Kerja sama burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan berakhir pada tahun ini. Dengan demikian, artinya anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi tidak akan lagi disokong oleh bank sentral.
Seperti diketahui, Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan telah berjibaku bahu-membahu untuk menjaga APBN melalui skema burden sharing yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Bersama (SKB) I, II dan III sejak 2020 hingga akhir 2022.
Dengan kesepakatan burden sharing, BI dapat membeli SBN di pasar primer. Hal ini merupakan kebijakan khusus, karena selama ini BI hanya bisa membeli SBN di pasar sekunder.
BI diketahui telah membeli SBN di pasar perdana mencapai Rp 974,09 triliun. Dari total dari Rp 974,09 triliun tersebut yakni sebesar Rp 26,61 triliun untuk SKB I, kemudian sebesar Rp 397,56 triliun pada SKB II.
Alhasil, hingga 15 November 2022 pada SKB III yang bertujuan untuk kesehatan dan kemanusiaan telah terealisasi Rp 310,4 triliun. Masih tersisa komitmen Rp 128,58 triliun yang belum terealisasi. Skema ini dipastikan akan berakhir pada tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyiapkan keuangan negara dalam menghadapi perubahan ini, sekaligus kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian ke depannya.
“Saya lakukan sekarang dengan mengumpulkan SiLPA saya sehingga walaupun tahun depan tidak ada SKB 3 (burden sharing) tahun depan, saya punya bantalan pembiayaan,” kata Sri Mulyani dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, dikutip Kamis (22/12/2022).
Terbukti, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang dicatat Sri Mulyani pada tahun ini mencapai ratusan triliun. Dari data Kementerian Keuangan, SiLPA per 14 Desember 2022 mencapai Rp 232,2 triliun.
Ini belum ditambah denggan SiLPA tahun 2021 yang baru digunakan sebagian dan menyisakan Rp 165 triliun. Dengan demikian, pemerintah diperkirakan memiliki Saldo Anggaran Lebih (SAL) mencapai Rp 397,3 triliun. SAL adalah saldo dalam keuangan yang berasal dari akumulasi SiLPA tahun ke tahun.