Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sudah ada beberapa perusahaan yang datang ke pemerintah untuk mengembangkan hilirisasi batu bara di Indonesia termasuk diantaranya adalah perusahaan asal China.
Sebagaimana diketahui, baru saja perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yakni Air Products and Chemicals menyatakan mundur dari konsorsium proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) bersama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).
Proyek hilirisasi batu bara ini sejatinya menjadi proyek kesayangan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lantaran masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Adapun hilirisasi batu bara menjadi DME ditujukan untuk menggantikan peran Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang saat ini impornya masih tinggi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Idris Sihite menyebutkan mundurnya Air Products tidak akan berdampak pada rencana hilirisasi batu bara di Indonesia.
“Kita beri insentif untuk seluruh produk Minerba kalau sudah ada kebijakan itu negara beri kompensasi dalam bentuk royalti sampai 0%, ini kan pemanis bagi orang untuk mendukung hilirisasi. Beberapa sudah mulai jalan kemarin ada perusahaan China sudah datang,” kata dia saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Selasa (14/3/2023).
Walaupun begitu, Idris tidak membeberkan secara pasti siapa perusahaan asal China yang tertarik untuk menggantikan investasi Air Products di Indonesia. Hanya saja beberapa investor asal China itu bakal masuk pada sejumlah proyek hilirisasi batu bara, termasuk gasifikasi batu bara menjadi DME.
“Oh banyak, bukan hanya ke PTBA tapi ke KPC dan lain sebagainya secara natural saja kan tercipta supply and demand pasti itu,” kata dia.
Seperti diketahui, Air Products memilih hengkang dari dua proyek gasifikasi batu bara RI. Dua proyek tersebut yakni proyek DME dengan PTBA dan Pertamina, dan juga proyek gasifikasi batu bara menjadi etanol dengan perusahaan Bakrie Group, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Mengenai hengkangnya Air Products, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara. Ia bilang, saat ini pemerintah tengah melakukan pembahasan penting mengenai kelanjutan program hilirisasi batu bara RI.
“Saya rasa masih harus ada beberapa (pembahasan) teknis yang harus diselesaikan. Kita lihat lagi nanti (terkait penggantinya),” ujar Luhut ditemui di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menilai, memang regulasi menjadi hal yang perlu diperhatikan bagi pemerintah Indonesia. Dia mengatakan konsistensi dari regulasi menjadi pertimbangan bagi Investor proyek gasifikasi batu bara di Indonesia.
Hendra menilai regulasi yang ada saat ini perlu dikaji lebih lanjut dan mempertimbangkan substansi yang perlu ditingkatkan untuk menarik investor masuk pada proyek hilirisasi batu bara di Indonesia.
“Ini konsistensi pemerintah mengeluarkan aturan perundang-undangan ini apresiasi. Ini forward looking pemerintah jamin aturan ini tetap konsisten umur project kita kaji lebih lanjut kita tinggal mana yang kurang dan perlu ditingkatkan,” ungkap Hendra kepada CNBC Indonesia dalam program ‘Mining Zone’, dikutip Senin (13/3/2023).
Selain itu, Hendra mengungkapkan bahwa perusahaan yang sudah menggelontorkan dana yang terbilang tidak kecil menjadi ‘point of no return’ artinya tidak ada langkah mundur dari proyek gasifikasi batu bara di Indonesia.
“Saya kira semangat sudah tepat perusahaan-perusahaan yang pegang PKP2B mengajukan rencana proyek gasifikasi, mereka gelontorkan dana yang tidak kecil, point of no return, apa yang dibutuhkan oleh pemerintah bagaimana harga jual off taker yang harus diolah,” tambahnya.
Perlu diketahui, proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan ini mulanya ditargetkan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dan diperkirakan menyerap 6 juta ton batu bara per tahunnya.
Dengan produksi 1,4 juta ton DME per tahun, maka diperkirakan bisa menekan impor LPG sebesar 1 juta ton per tahunnya.
Proyek yang disaksikan langsung awal pembangunannya atau ground breaking oleh Presiden Jokowi pada 24 Januari 2022 ini bernilai investasi US$ 2,1 miliar dan bisa menghemat devisa pengadaan impor LPG hingga Rp 9,14 triliun per tahun.